Cerita Dalam Filosofi Hujan
Membaca
kumpulan cerpen ini seperti sedang menonton drama Korea, romantis.
Jika menonton film kita bisa menangkap cerita dari audio dan visual yang tersaji di layar monitor, beda halnya ketika kita membaca sebuah buku. Perlu ketekunan seorang pengarang untuk bisa menuliskan suatu ide cerita yang bisa dinikmati oleh pembacanya.
*dimuat di Harian Pasundan Ekspres
Jika menonton film kita bisa menangkap cerita dari audio dan visual yang tersaji di layar monitor, beda halnya ketika kita membaca sebuah buku. Perlu ketekunan seorang pengarang untuk bisa menuliskan suatu ide cerita yang bisa dinikmati oleh pembacanya.
Karena satu hal yang digunakan untuk menikmati buku adalah
dengan imajinasi, bagaimana caranya seorang pengarang bisa membuat pembaca
berimajinasi bersama buku tersebut. Itulah yang dilakukan oleh penulis buku
ini. Buku yang dikemas dengan cirri khas penulis yang memang kerap menuliskan
cerita yang berbau cinta dan romantis.
“Pernah berpikir, kenapa awan hadir lebih
dahulu setiap kali hujan akan turun?”
“Tidak,” jawabku
“Bukankah artinya sudah jelas, hujan akan
turun setelah muncul awan mendung di langit?” lanjutku.
“Aku punya filosofi sendiri,”
“Apa itu?”
“Karena awan paling setia. Menemani hujan
hadir untuk bumi, walau setelahnya hujan berlalu begitu saja, meninggalkan awan
di atas sana.”
Hening.
Sedalam
itu kah?
Demikian kutipan salah satu cerita
dalam buku ini. Bercerita tentang drama percintaan bertemunya sepasang kekasih
yang berbeda negara.
Buku ini dibagi dalam tiga bagian, yang masing-masing bagian memuat sebuah novelet inti dari buku ini dengan judul yang sama, yakni Jika Hujan Pernah Bertanya. Dalam bagian pertama penulis sengaja memenggal noveletnya menjadi bersambung, kemudian diselingi oleh enam cerpen. Dilanjut pada bagian ke dua, bersambung lagi dan diselingi oleh lima cerpen, kemudian bagian ke tiga hingga tamat. Jumlah keseluruhan isi buku ini adalah satu novelet dan sebelas cerpen pelengkap.
Robin Wijaya berusaha menghadirkan sebuah buku kumpulan cerpen yang memiliki tema. Jika pada buku kumpulan cerpen sebelumnya yang diterbitkan oleh penerbit yang sama memiliki tema Rindu dan Kehilangan, maka pada buku keduanya ini ia mencoba berfilosofi tentang hujan. Hingga menghasilkan tema tentang Hujan dan Kesetiaan.
Jika Hujan Pernah Bertanya, Setia adalah alasan kecilku untuk tetap mencintaimu. Namun karena buku ini diterbitkan secara indie, jadi buku ini belum bisa ditemui di toko buku, hanya bisa dibeli melalui penerbitnya langsung secara online.
Sebuah buku yang layak untuk dinikmati.
***
Judul Buku: Jika Hujan Pernah Bertanya
Penulis: Robin BIE Wijaya
Cetakan: I, Agustus 2011
Penerbit: Leutika Prio
Tebal: viii + 128 halaman
ISBN: 978-602-225-081-4
Buku ini dibagi dalam tiga bagian, yang masing-masing bagian memuat sebuah novelet inti dari buku ini dengan judul yang sama, yakni Jika Hujan Pernah Bertanya. Dalam bagian pertama penulis sengaja memenggal noveletnya menjadi bersambung, kemudian diselingi oleh enam cerpen. Dilanjut pada bagian ke dua, bersambung lagi dan diselingi oleh lima cerpen, kemudian bagian ke tiga hingga tamat. Jumlah keseluruhan isi buku ini adalah satu novelet dan sebelas cerpen pelengkap.
Robin Wijaya berusaha menghadirkan sebuah buku kumpulan cerpen yang memiliki tema. Jika pada buku kumpulan cerpen sebelumnya yang diterbitkan oleh penerbit yang sama memiliki tema Rindu dan Kehilangan, maka pada buku keduanya ini ia mencoba berfilosofi tentang hujan. Hingga menghasilkan tema tentang Hujan dan Kesetiaan.
Jika Hujan Pernah Bertanya, Setia adalah alasan kecilku untuk tetap mencintaimu. Namun karena buku ini diterbitkan secara indie, jadi buku ini belum bisa ditemui di toko buku, hanya bisa dibeli melalui penerbitnya langsung secara online.
Sebuah buku yang layak untuk dinikmati.
***
Judul Buku: Jika Hujan Pernah Bertanya
Penulis: Robin BIE Wijaya
Cetakan: I, Agustus 2011
Penerbit: Leutika Prio
Tebal: viii + 128 halaman
ISBN: 978-602-225-081-4
*dimuat di Harian Pasundan Ekspres
2 komentar
Wah belum punya nih bukunya
BalasHapusini udah lama. jamannya leutika prio dan kalau gak salah bang Robin nerbitin ulang nobelet ini di penerbit lain deh..
BalasHapus