The Traveler's Wife

by - 14.06

Judul Buku: The Traveler's Wife
Penulis: Tias Tatanka
Penerbit: Salsabila
Tahun Terbit: April 2015
Tebal: 242 Halaman 
cover The Travelers Wife

TAK bisa dimungkiri bahwa traveling adalah suatu hal yang menyenangkan. Banyak orang yang sengaja mengagendakan waktunya jauh-jauh hari untuk melakukan kegiatan yang satu ini.  Tak jarang pula mereka yang hendak melakukan traveling, harus rela menuntaskan pekerjaannya lebih dahulu agar saat bepergian jauh tak ada tanggung jawab yang ditinggalkan. Tapi bagaimana jika seorang ibu yang akan melakukan traveling, padahal seperti yang kita tahu bahwa pekerjaan seorang ibu tak pernah ada habisnya? Itulah yang dialami oleh Tias Tatanka yang merupakan istri dari penulis buku Balada si Roy, Gol A Gong. Dalam bukunya yang berjudul The Traveler’s Wife, Tias menceritakan bagaimana beratnya meninggalkan keempat orang anaknya untuk menemani sang suami traveling. Kepergian Tias dan suami bukan hanya dalam rangka jalan-jalan, namun juga untuk menuntaskan tugas sang suami dalam rangka tour Asia untuk memberikan pelatihan menulis. Tak tanggung-tanggung, tujuh negara selama empat puluh delapan hari ia akan meninggalkan anak-anaknya tersebut.

”Bayangan anak-anak dan pekerjaan yang menumpuk membuatku gentar. Ya, sejujurnya kakiku pun sebenarnya ingin melangkah. Kami pernah bepergian sebelumnya, jadi pernah kurasakan nikmatnya. Hanya saja perjalanan itu tidak terlalu jauh dan paling lama 12 hari. Hingga, jika terjadi apa-apa masih bisa disusul, karena masih di pulau Jawa.” (hal: 7)

Persiapan ekstra kerap dilakukan Tias menjelang keberangkatan. Salah satunya dengan memastikan anak-anaknya berada di tangan yang tepat selama ia pergi. Pilihan jatuh kepada ibu dan ibu mertuanya yang akan menjaga anak-anaknya secara bergantian. Namun tidak selesai sampai di situ, perasaan rindu pada anak-anak kerap menghinggapi hati Tias di sela perjalanannya tersebut.

Mimpi Sepasang Sepatu Bot

Hal yang tak pernah terlewat dari sebuah perjalanan adalah sepatu atau alas kaki. Setidaknya sepasang benda pelindung kaki itu yang akan setia menemani. Sepatu identik dengan perjalanan, tak heran jika banyak buku traveling yang menjadikan sepatu sebagai cover depan, termasuk buku ini.

Di halaman awal Tias menceritakan persiapannya dalam memilih sepatu untuk perjalanan 48 harinya bersama suami. Memilih sepatu tentu bukan hanya dari tampilan luarnya, tapi dari sisi kenyamanan pada saat memakainya. Tias memilih sepatu yang nyaman dan empuk, agar tak merepotkan ketika dibawa jalan. Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli sepatu bot yang sama, membuat mereka terlihat kompak.

Dari Singapura Sampai Tanah Suci Makkah

Singapura adalah negara pertama yang dituju. Di negara tersebut suami Tias akan mengisi pelatihan menulis di Sekolah Indonesia Singapura. Selain mengisi pelatihan, mereka juga menyempatkan jalan-jalan untuk  menikmati Singapura di sore hari karena keesokannya sudah harus menuju Malaysia, menunaikan agenda pelatihan lainnya.

Perjalanan tak selamanya berjalan mulus. Menuju Thailand, Tias harus menghadapi situasi yang tak mengenakkan, suaminya ambruk.

“Suamiku enggak kuat menahan sakit di perutnya. Ia menduga ini disebabkan “salah makan” saat di stasiun Kuala Lumpur.  Badannya mulai demam saat dzuhur tiba.” Hal: 38.

Di situ Tias berhadapan dengan situasi yang tak pernah diduga sebelumnya. Terlebih mereka berada di negara yang asing dan jauh dari rumah, membuat suasana terasa genting. Hal tersebut yang mendorong Tias untuk bisa mengatasi masalahnya dengan tenang. Rencana awal akhirnya berubah. Mereka memutuskan untuk mengganti kendaraan menuju Bangkok. Hal tersebut didasarkan  karena kondisi suaminya yang sakit, tak memungkinkan untuk bepergian menggunakan kereta. Dengan bersusah payah seorang diri, ia membatalkan tiket kereta api dan memesan tiket pesawat Thai airways.

Negara selanjutnya adalah India. Negara yang dengan segala hiruk-pikuknya membuat penulis jatuh cinta pada negeri yang terkenal dengan bangunan bersejarahnya, Tazmahal. Saking jatuh cintanya, Tias menuliskan lebih dari sepertiga judul perjalanannya di India dari 30 judul yang ada di dalam buku ini.

Melepas kota Mumbai, India, perjalanan selanjutnya adalah negara-negara di  Uni Emirat Arab. Tiga negara terakhir adalah Dubai, Qatar, dan Arab Saudi. Namun sebelum menuju tanah suci, penulis sempat pulang ke Indonesia. Awalnya mereka berniat ke Makkah untuk sekalian umroh dengan menggunakan jalur darat langsung dari Qatar. Namun karena satu dan banyak hal yang tidak memungkinkan, akhirnya mereka harus pulang terlebih dahulu dan melanjutkan perjalanan umrah dari tanah air. Mungkin ini salah satu jalan-Nya agar ia bisa melepas rindu dengan anak-anaknya.

“Di halaman depan masjid aku tertegun sejenak. Telah sampai kami di depan masjidmu, ya Rasulullah. Rindu ini mengembang seperti payung di pelataran depan, menaungi jamaah dari terik matahari. Beberapa detik berikutnya suamiku menggamit tanganku, mengajak memasuki gerbang masjid.” Hal: 223.

Begitulah, tanah suci Makkah menjadi penutup yang indah dari catatan perjalanan seorang istri dalam buku The Wife’s Travelers ini. Gaya tutur penulis yang luwes, membuat pembaca ikut merasakan gejolak emosi, luapan rindu, kepanikan, dan bahagia yang dirasakannya selama perjalanan menjelajahi 7 negara.

Banyak perjalanan dengan tujuan yang sama, yang membedakan adalah dengan siapa kita menempuh perjalanan tersebut. Dan perjalanan panjang bersama suami, tentu akan menambah kedekatan serta rasa cinta antara pasangan tersebut. 

Buku ini bisa menjadi inspirasi bagi pasangan suami-istri yang ingin traveling berdua sekaligus referensi bagi para pelancong, terutama bagi para istri sekaligus ibu yang berniat untuk bepergian jauh tanpa mengikutsertakan anak-anak.

*Kutunaikan janjiku dan permintaanmu
Lina Astuti

You May Also Like

0 komentar